BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme
yang ada dialam ini memiliki dua sifat dimana dapat merugikan dan juga dapat
dimanfaatkan salah satunya adalah berperan dalam ilmu pengetahuan sehingga
dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah fungi
(jamur).
Jamur merupakan
tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan
fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara
mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan
senyawa pati dari organisme lain. Oleh karena itu jamur digolongkan tumbuhan
yang heterofrotik yaitu tanaman yang hidupnya tergantung pada organisme lain.
Salah satu
spesies jamur yang paling terkenal adalah jamur Aspergillus sp.. Setiap spesies jamur ini mempunyai karakteristik
morfologi dan peran yang berbeda-beda. Meskipun demikian habitat pertumbuhan
setiap spesies hampir sama. Seperti halnya manusia, jamur ini juga dapat
berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap melangsungkan kehidupannya.
Trichoderma sp. merupakan sejenis
cendawan atau fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam Trichoderma sp. banyak ditemukan di
tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Apabila dua
jenis jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp. ditumbuhkan bersama dalam suatu medium maka akan
mencerminkan kompetisi di antara keduanya.
Oleh karena itu
perlu untuk memahami dan mempelajari mengenai kompetisi antara dua spesies
jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp. serta mengidentifikasi
spesies kedua jamur tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan pelaksanaan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui morfologi jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma
sp.
2. Untuk
mengetahui tingkat kompetisi antara jamur Aspergillus
sp. dan Trichoderma sp.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembasmi hama sudah
banyak yang beredar di masyarakat, namun yang sering digunakan adalah
insektisida kimia. Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida, dan
herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak yang dipakai.
Secara alami, penyakit serangga disebabkan oleh beragam jenis mikroba, seperti
bakteri, jamur, fungi, virus dan protozoa yang sering disebut sebagai
entomopatogen. Beberapa keuntungan penting dari pemakaian entomopatogen ini
adalah pengaruhnya yang spesifik hanya pada serangga tertentu. Belum ada jenis
entomopatogen yang dilaporkan menyebabkan pengaruh serius pada manusia,
mamalia, dan vertebrata lain. Insektisida biologi membunuh serangga dengan cara
yang sangat berbeda dengan pestisida sintetis. Sebagian besar mikroba
entomopatogen memperbanyak diri di dalam tubuh serangga inang. Hal ini
menyebabkan entomopatogen secara alami mudah tersebar dengan sendirinya
(penyebaran sekunder). Namun kendala yang sering dirasakan sehingga insektisida
biologi jarang digunakan adalah efek pengendalian populasi hama yang dihasilkan
oleh pestisida biologi ini memang lebih lama daripada yang dihasilkan oleh pestisida
sintetis. Pestisida biologi membutuhkan waktu berhari-hari atau bahkan
berminggu-minggu untuk mematikan serangga setelah terjadinya infeksi yang
pertama pada tubuh serangga (Novizan, 2002).
Kompetisi adalah suatu
mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap
sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh adalah persaingan akan
ruang/tempat pada akar. Contoh ektomikoriza merupakan agensia yang dapat digunakan
sebagai agen pengendali hayati. Jamur tersebut mampu membungkus secara efektif
seluruh akar dan menempati bagian rizosfer sehingga apabila ada mikroorganisme
lain seperti misalnya Armilaria mellea
atau Phytophthora sp. maka patogen
tersebut tidak dapat lagi mengkolonisasi bagian tersebut. Mekanisme
hiperparasit merupakan perusakan patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan
oleh agensia hayati seperti kitinase, selulase, glukanase, enzim pelisis dan
lainnya (Nurhayati, 2011).
Aspergilus
merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa
berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi
dari tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan. Jamur Aspergillus terdiri dari beberapa jenis,
diantaranya Aspergillus niger, A. flavus, dan Aspergillus
terreus. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jamur Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus parasitivus dapat digunakan sebagai biopestisida karena
kemampuannya dalam menghasilkan mikotoksin untuk membunuh serangga (Nurhayati,
2011).
Trichoderma
spp. diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Devisio Amastigomycota, Class
Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae, Genus Trichoderma, Spesies Trichoderma sp.. Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang
mempuyai kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan Trichoderma polysporum. Jenis yang
banyak dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma harzianum, Trichorderma
koningii, Trichoderma viride
(Tindaon, 2008).
Trichoderma
sp. memiliki konidiofor bercabang-cabang teratur, tidak membentuk berkas,
konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok
konidium berwarna hijau biru (Semangun, 1996). Trichoderma sp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau
phialid tunggal dan berkelompok (Nurhaedah,2002).
Koloni Trichoderma sp. pada media agar pada awalnya
terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi
kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni
dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium
akan berwarna hijau (Nurhayati, 2011).
Jamur-jamur
entomopatogen yang biasa digunakan antara lain Beauveria bassiana, Verticillium
lecanii dan Metarrhizium anisopliae.
Mekanisme infeksi jamur terhadap serangga diawali pada saat jamur yang dalam
bentuk spora atau konidia menempel pada permukaan tubuh serangga. Konidia
tersebut menempel pada lapisan dinding atau kulit luar (integumen) serangga.
Pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, konidia akan tumbuh dan menembus
tubuh serangga. Jamur akan memperbanyak diri di dalam sebuh serangga sehingga
tubuh serangga tertutup miselium yang berupa benang-benang halus. Dalam bentuk
seperti ini diistilahkan sebagai propagul. Penetrasi jamur ke dalam tubuh
serangga bisa melalui proses mekanis dan kimia. Hal tersebut terjadi karena
jamur memproduksi enzim tertentu seperti enzim kitinase, glukanase, dan
protease yang dapat meluruhkan kulit luar serangga, kemudian setelah konidia
tumbuh, miselium akan mengeluarkan senyawa aktif yang bersifat antibiosis yang
dapat bersifat racun atau menghambat proses metabolisme di dalam sel serangga
(Sarjoko, 2011).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini
adalah sebagai berikut :
Hari/tanggal :
Selasa, 03 Desember 2013
Waktu
: Pukul
14.30 WITA - Selesai
Tempat
:
Laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi FMIPA UNTAD
3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah sebagai berikut :
3.2.1 Alat
a. Cawan
petri
b. Kaca
preparat dan kaca penutup
c. Batang
lidi
d. Penjepit
e. Kapas
f. Bunsen
g. Kain
kassa
h. Ground
chamber
3.2.2
Bahan
a. Media
PDA
b. Alkohol
98%
c. Aquades
d. Jamur
Aspergillus
e. Jamur
Trichoderma
3.3
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum
ini adalah sebagai berikut :
3.3.1
Pengamatan
Mikroskopis Morfologi Jamur Aspergillus dan Trichoderma
a. Menyiapkan
gelas objek dan gelas penutup yang steril kemudian memanaskannya diatas bunsen.
b. Meneteskan
1-2 tetes medium PDA (Potato Dextrose
Agar) pada permukaan gelas objek.
c. Meneteskan
sedikit suspensi spora jamur atau bisa juga dengan cara memindahkan sedikit
miselium jamur yang akan diamati.
d. Meletakkan
kembali pada petri steril yang telah diberi kapas dan sedikit air (untuk
memberi kelembaban).
e. Menginkubasi
selama 2 sampai 3 hari pada ground chamber.
f. Mengamati
morfologi jamur yang telah ditanam dibawah mikroskop.
3.3.2 Uji Kompetisi Jamur Aspergillus dan Trichoderma
a. Menyiapkan
suspensi jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma
sp. yang akan diuji.
b. Menyediakan
media PDA (Potato Dextose Agar) pada cawan petri.
c. Menanan
dan mencelupkan kertas saring pada diameter 1 cm ke dalam suspensi kedua spora,
kemudian meletakkan diatas diatas media PDA dalam cawan petri dengan Aspergillus sp. disebelah kanan dan Trichoderma sp. disebelah kiri.
d. Menginkubasi
jamur yang telah ditanam selama 2 sampai 3 hari hingga jamur tumbuh dan saling
berkompetisi.
e. Mengamati
pertumbuhan bentuk dan luas area yang dikuasai oleh masing-masing jamur.
f. Melihat
jamur yang tumbuh dengan baik dan menguasai habitat yang lebih luas, berarti
jamur tersebut menunjukan pertumbuhan yang lebih dominan.
BAB
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperolah dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut :
4.1.1 Tabel Pengamatan Morfologi Jamur
No.
|
Perlakuan
|
Gambar
|
Ketrangan
|
1.
|
Aspergillus
sp.
|
a b c
d
|
a. Miselium
b. Rhizoid
c. Sporangiofor
d. Sporangium
|
2.
|
Trichoderma
sp.
|
a b c
|
a. Konidifor
b. Fialid
c. Miselium
|
4.1.2 Tabel Uji Kompetisi
No.
|
Perlakuan
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Aspergillus
sp. diletakkan dibagian atas dan Trichodema
sp. dibagian bawah
|
a b
|
a.
Aspergillus
b.
Trichoderma
|
4.2
Pembahasan
Jamur adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil
sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler.
Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk
anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan
cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari
lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah
itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari
itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein,
vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya.
Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit
fakultatif atau saprofit.
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopis Aspergillus mempunyai sporangium (tempat
spora) yang berbentuk bulat hitam. Sporangiofor adalah cabang miselium yang
mengandung sporangium. Miselium merupakan hifa yang menjalar pada permukaan
substarat yang berfungsi menyerap nutrisi, rhizoid merupakan hifa yang
membentuk jaringan pada permukaan substrat yang berfungsi untuk menempel pada
inang atau substrat.
Koloni Trichoderma
pada media PDA pada awalnya terlihat
berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu
terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium
yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau.
Koloni pada medium PDA mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 3 hari,
kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada
bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor adalah hifa terspesialisasi yang menghasilkan
spora aseksual yang disebut konidia, bentuknya dapat bercabang menyerupai
piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan
kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid merupakan tempat
tumbuh dari konidia yang bentuknya tampak langsing dan panjang terutama apeks
dari cabang.
Selanjutnya yaitu pengujian kompetisi antara kedua
spesies jamur tersebut. Percobaan kaili ini bertujuan untuk menguji kompetisi
antara dua spesies jamur Aspergillus
dan Trichoderma. Untuk menguji
kompetisi antara kedua spesies jamur tersebut yaitu menumbuhkannya pada media
yang sama dalam satu cawan petri. Pada percobaan digunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) karena medium ini sangat cocok untuk
pertumbuhan kapang. Aspergillus yang
berwarna putih ditumbuhkan pada sisi sebelah kiri dan Trichoderma berwarna hijau ditumbuhkan pada sisi lainnya. Untuk membuktikan spesies jamur yang lebih
dominan dapat dilihat dari banyaknya koloni jamur yang lebih mendominasi pada
medium tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan Aspergillus yang berwarna putih lebih mendominasi dibandingkan
dengan Trichoderma berwarna hijau
perbedaan ini disebabkan karena adanya persaingan dalam memperoleh nutrisi pada
media tumbuh. Selain itu penyebab Aspergilus
lebih mendominasi kemungkinan karena Aspergillus
lebih mampu memanfaatkan nutrisinya sehingga reproduksi dan pertumbuhannya
lebih cepat dan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang diberikan lebih sesuai
dengan kehidupan jamur Aspergillus
sehingga menekan pertumbuhan jamur tersebut.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Jamur
adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof.
Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang
yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut
miselium.
2. Aspergillus
sp. lebih mendominasi dibandingkan Trichoderma
sp. karena Aspergillus sp. lebih mampu memanfaatkan nutrisinya
sehingga reproduksi dan pertumbuhannya lebih cepat dan juga dipengaruhi oleh
lingkungan yang diberikan lebih sesuai dengan kehidupan jamur Aspergillus sp. yang berwarna hitam
3. Berdasarkan
hasil pengamatan Aspergillus memiliki
rhizoid, miselium, sporangiofor dan sporangium. Sedangkan Trichoderma sp. memiliki konidifor, filaid dan miselium.
5.2
Saran
Pada
praktikum selanjutnya alat yang digunakan harus steril dan pengamatan tepat
waktu agar hasil pengamatan yang diperoleh lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Novizan,
2002, Citric Acid Fermentation of Brewery
Waste. J. of Food Science. 42 (2) : 383-388.
Nurhaedah,
2002, Mikrobiologi Pangan, Departemen
Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Nurhayati,
2011, Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam
Pengendalian Penyakit Tanaman secara Hayati yang Ramah Lingkungan, Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Kampus
Unsri, Sumatera Selatan.
Sarjoko,
2011, Mekanisme Biopestisida dalam
Mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(http://ditjenbun.deptan.go.Id/bbp2tpbon/ index. php ?option=com_content
view=article &id =11 6 %3
Amekanisme-biopestisida-dalam–mengendalikan–organisme–pengganggu–tumbuhan–pt
&catid = 12%3 Anews & Itemid =
21), diakses pada tanggal 11 Desember 2013.
Semangun,
1996, Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta,
Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridhophyta), Gajah Mada Universitas Press,
Yogyakarta.
Tindaon,
W., 2008, Uji Antagonisme Jamur Patogen
Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang
Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal, Laboratorium Mikrobiologi
Jurusan Biologi FMIPA UNDIP, Semarang.