BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita
berhadapan dengan peristiwa difusi dan osmosis, baik kita sadari maupun tidak
kita sadari. Contohnya pada saat kita menyeduh teh celup dalam kemasan kantong,
warna dari teh tersebut akan menyebar. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi teh dalam gelas lebih kecil
dibandingkan dengan konsentrasi teh yang ada di dalam kantong teh tersebut.
Peristiwa tersebut sering kita sebut sebagai difusi.
Begitu pula pada tumbuhan, yang menyerap air dan zat
hara yang diperlukan dari lingkungan melalui proses difusi, osmosis, maupun
imbibisi. Peristiwa tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terdapat
perbedaan tekanan potensial air yang sangat besar antara larutan di luar sel
tumbuhan dengan larutan di dalam sel tumbuhan tersebut.
Tumbuhan mempunyai membran plasma yang
jika dimasukkan dalam larutan dengan konsentrasi tinggi akan mengalami
plasmolisis, yaitu tearlepasnya membran plasma dari dinding sel akibat tekanan
osmotik. Pada praktikum kali ini kita akan menghitung tekanan osmosis cairan
sel pada tanaman Rhoe discolor dengan
metode plasmolisa.
B.
Tujuan
Menghitung presentase jumlah sel
yang mengalami plasmolisis setelah diberi larutan sukrosa yang berbeda
konsentrasi.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Molekul air dan zat
terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu terjadi
perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang
lain (Bidwell, 1979).
Perpindahan
molekul-molekul itu dapat ditinjau dari dua sudut. Pertama dari sudut sumber
dan dari sudut tujuan. Dari sudut sumber dikatakan bahwa terdapat suatu tekanan
yang menyebabkan molekul-molekul menyebar ke seluruh jaringan. Tekanan ini
disebut dengan tekanan difusi. Dari sudut tujuan dapat dikatakan bahwa ada
sesuatu kekurangan (deficit akan molekul-molekul). Hal ini dibandingkan dengan
istilah daerah surplus molekul dan minus molekul. Ini berarti bahwa di sumber
itu ada tekanan difusi positif dan ditinjau adanya tekanan difusi negatif.
Istilah tekanan difusi negatif dapat ditukar dengan kekurangan tekanan difusi
atau Deficit Tekanan Difusi yang disingkat dengan DTD (Dwijosaputro, 1985).
Difusi adalah gerakan
partikel dari tempat dengan potensial kimia lebih tinggi ke tempat dengan
potensial kimia lebih rendah karena energi kinetiknya sendiri sampai terjadi
keseimbangan dinamis (Indradewa, 2009). Senada dengan itu, Agrica (2009)
menjelaskan bahwa difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu
zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan
teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari
cerek yang berdifusi dalam udara.
Prinsip dasar yang
dapat kita pegang mengenai peristiwa difusi ini adalah difusi terjadi sebagai
suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila
terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain
perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam sifat dapat juga menyebabkan difusi.
Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi di daun adalah suatu contoh
proses difusi. Dalam proses ini gas CO2
dari atmosfir masuk ke dalam rongga antar sel pada mesofil daun yang
selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis (Indradewa, 2009).
Laju difusi antara lain
tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan) medium. Gas berdifusi lebih cepat
dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat
dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat
pergerakannya dibanding dengan molekul yang lebih kecil. Pertukaran udara
melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang hari terjadi
proses fotosintesis yang menghasilkan O2
sehingga konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan
konsentrasi O2 ini akan menyebabkan difusi O2
dari daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2
di dalam jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2
dari udara luar masuk melalui stomata. Penguapan air melalui stomata
(transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran
air menyebarkan molekul lebih cepat dibanding dengan proses difusi (Agrica, 2009).
Apabila ada dua bejana
yang satu berisi air murni dan bejana lain diisi dengan larutan, apabila kedua
bejana ini kita hubungkan, lalu diantara kedua bejana diletakkan membran
semipermeabel, yaitu membran yang mempu melalukan air (pelarut) dan menghambat
lalunya zat-zat terlarut. Pada proses ini air berdifusi ke bejana yang berisi
larutan sedangkan larutan terhalang untuk berdifusi ke bejana murni. Proses
difusi ini disebut dengan osmosis (Dwijosaputro, 1985).
Osmosis adalah suatu
topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa
air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel (Fetter, 1998).
Osmosis merupakan suatu
fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan
pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi
yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya
pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan
konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik
merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada
konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri
(Agrica, 2009).
Tekanan yang diberikan
pada air atau larutan, akan meningkatkan kemampuan osmosis dalam larutan tersebut.
Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam system ini disebut potensial
tekanan, yang dalam tumbuhan potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan
turgor. Nilai potensial tekanan dapat positif, nol, maupun negatif (Loveless,
1991).
Menurut Salisbury
(1995), selain potensial air (PA) dalam potensial tekanan (PT) osmosis juga
dipengaruhi tekanan osmotic (PO). Potensial osmotic dari suatu larutan lebih
menyatakan sebagai status larutan. Status larutan biasa kita nyatakan dalam
bentuk satuan konsentrasi, satuan tekanan, atau satuan energi. Hubungan antara
potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), dan potensial osmotic (PO) dapat
dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:
PA = PO + PT
Dari rumus di atas dapat terlihat bahwa
apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka nilai PA = PO
Untuk mengetahui nilai
potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan metode plasmolisis.
Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang
ada di sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai
potensial air yang ada dalam sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang
kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding
sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah plasmolisis (Salisbury,
1995).
Menurut Sasmita (1996),
metode plasmolisis dapat ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi
sukrosa berapakah yang mengakibatkan jumlah sel yang terplasmolisis mencapai
50%. Pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang
dimiliki oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel
terplasmolisis diketahui, maka tekanan osmosis sel dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
TO sel = 22,4
x MT
273
Dengan : TO = Tekanan Osmotik
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan
50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + t°C)
Sitoplasma biasanya
bersifat hypertonis (potensial air tinggi) dan cairan di luar sel bersifat hypotonis
(potensial air rendah), karena itulah air bisa masuk ke dalam sel sehingga
antara kedua cairan bersifat isotonus. Apabila suatu sel diletakkan dalam suatu
larutan yang hipertonus terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan
berdifusi ke luar sehingga sitoplasma mengkerut dan terlepas dari dinding sel,
hal ini disebut plasmolisis. Bila sel itu kemudian dimasukkan ke dalam cairan
yang hipotonus, maka air akan masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan kembali
mengembang hal ini disebut deplasmolisis (Bidwell, 1979).
BAB
III
METODOLOGI
A.
Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah
sebagai berikut :
Hari / tanggal : Kamis, 24 November 2013
Pukul : 15.00 WITA - selesai
Tempat : Laboratorium Biolingkungan
Jurusan Biologi FMIPA
UNTAD
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah sebagai berikut :
1. Alat
a. Pisau
silet
b. Tabung
reaksi
c. Kaca
objek
d. Kaca
penutup
e. Mikroskop
2.
Bahan
a. Daun
Rhoe discolor
b. Larutan
sukrosa dengan molaritas 0,28; 0,24; 0,22
C. Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum adalah sebagai berikut :
1.
Menyiapkan 8 buah tabung reaksi dan
kemudian mengisi larutan sukrosa ke dalam tabung kira-kira sampai 1/3-nya dan
catat kadar larutan dalam masing-masing tabung.
2.
Menyayat lapisan epidermis yang berwarna
(Rhoe discolor) dengan menggunakan
pisau silet.
3.
Memeriksa dibawah mikroskop, apakah
sayatan cukup baik untuk digunakan.
4.
Memasukan sayatan dibawah tabung jika
telah representatif dan mencatat waktu mulai perendaman.
5.
Setelah merendam selama 30 menit,
sayatan diambil dan memeriksanya dibawah miroskop.
6.
Menghitung jumlah sel dalam satu bidang
pandang dan hitung jumlah sel yang mengalami plasmolisa. Larutan yang
menyebabkan separuh dari jumlah sel yang mengalami plasmolisa dianggap
mempunyai tekanan osmose sama dengan cairan sel.
D. Analisa Data
Pada praktikum kali ini diperoleh analisa data
sesuai dengan hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Presentase
sel terplasmolisis =
Σ
sel yang terplasmolisis =
1.
Konsentrasi
Sukrosa 0,28 M
Presentase
sel terplasmolisis =
=
Σ
sel yang terplasmolisis =
=
2.
Konsentrasi
Sukrosa 0,24 M
Presentase
sel terplasmolisis =
=
Σ
sel yang terplasmolisis =
=
3.
Konsentrasi
Sukrosa 0,22 M
Presentase
sel terplasmolisis =
=
Σ
sel yang terplasmolisis =
=
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada
praktikum adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Sel
No
|
Larutan
Sukrosa
|
Jumlah
Sel Keseluruhan
|
Pengulangan
|
Σ
|
||
I
|
II
|
III
|
||||
1.
|
0,28 M
|
151 sel
|
134 sel
|
143 sel
|
151 sel
|
144
|
2.
|
0,24 M
|
79 sel
|
50 sel
|
64 sel
|
67 sel
|
60,33
|
3.
|
0,22 M
|
156 sel
|
138 sel
|
146 sel
|
149 sel
|
144,33
|
2. Pengamatan Gambar
No
|
Larutan
Sukrosa
|
Pengulangan
|
||
I
|
II
|
III
|
||
1.
|
0,28 M
|
|
|
|
2.
|
0,24 M
|
|
|
|
3.
|
0,22 M
|
|
|
|
B.
Pembahasan
Pada praktikum mengenai Tekanan Osmosis Cairan Sel yang
dilakukan kali ini bertujuan untuk menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan
metode plasmolisa. Praktikum ini menggunakan bahan berupa daun Rhoe discolor yang masih segar serta
larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,28 M; 0,24 M dan 0,22 M. Alat yang
digunakan yaitu mikroskop, pisau silet, tabung reaksi, gelas objektif dan
penutup.
Pada praktikum kali ini daun Rhoe
discolor disayat tipis dan diambil lapisan tipis epidermisnya untuk
kemudian dimasukkan ke dalam konsentrasi
sukrosa berbeda yang telah ditentukan. Sayatan tersebut di rendam selama 5
menit. Setelah 5 menit maka sayatan epidermis tersebut selanjutnya diamati
dengan mikroskop dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Kemudian dari hasil
percobaan yang dilakukan dicari larutan sukrosa dimana 50% dari jumlah sel epidermis tadi telah
terplasmolisis, dimana keadaan ini disebut insipien plasmolisis. Dan
selanjutnya maka dilakukan penentuan rata-rata sel terplasmolisis pada insipien
plasmolisis tersebut.
Kelompok kami sendiri yakni kelompok V merendam
sayatan lapisan epidermis daun Rhoe
discolor dalam konsentrasi 0,28 M dan merendamnya selama 5 menit pada
larutan tersebut. Sel awal dari daun Rhoe
discolor yaitu sebanyak 151 sel, setelah dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali didapatkan pada pengulangan pertama diperoleh 134 sel yang terplasmolisis,
pengulangan kedua 143 sel terplasmolisis dan pengulangan ketiga 151 sel
terplasmolisis. Dari hasil tersebut diperoleh presentase sel terplasmolisis
yaitu 91,39% dengan rata-rata sel terplasmolisis yaitu 144.
Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M diperoleh
jumlah sel awal sebanyak 79 sel. Selanjutnya preparat daun Rhoe discolor direndam selama 5 menit pada larutan sukrosa dengan
konsentrasi 0,24 M sebanyak 3 kali pengulangan. Pada pengamatan pertama diperoleh
sel terplasmolisis sebanyak 50 sel, pengulangan kedua diperoleh sel
terplasmolisis sebanyak 64 sel dan pada pengulangan ketiga diperoleh sel
terplasmolisis sebanyak 67 sel. Dari data tersebut diperoleh presentase sel
terplasmolisis sebanyak 63,29 sel dengan rata-rata sel terplasmolisis 60,33.
Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,22 M yang jumlah
sel keseluruhan sebanyak 156 sel, dengan jumlah sel yang terplasmolisis pada pengulangan pertama sebanyak 138 sel, pada
pengulangan kedua jumlah sel terplasmolisis sebanyak 146 sel dan pada
pengulangan ketiga yaitu sebanyak 149 sel, sehingga diperoleh prosentase sel yang
terplasmolisis sebesar 88,46% dengan
rata-rata sel terplasmolisis yaitu sebesar 144,33.
Dari data di atas, terlihat bahwa ketika sel
direndam dalam sukrosa yang konsentrasinya semakin tinggi, maka presentase sel
yang terplasmolisis juga semakin tinggi.
Hal ini dikarenakan larutan sukrosa yang semakin pekat memiliki
konsentrasi pelarut yang semakin rendah dan lebih rendah daripada pelarut yang
terkandung di dalam sel. Akibatnya pelarut yang terkandung di dalam sel akan
keluar dari sel menuju larutan sukrosa. Selanjutnya, sel akan mengkerut dan
membran sel akan terlepas dari dinding selnya. Ketika konsentrasi semakin
tinggi maka prosentase sel yang terplasmolisis juga semakin tinggi dan bahkan
ketika direndam pada konsentrasi 0,28 M seluruh selnya terplasmolisis.
Dari hasil analisa di atas maka dapat diperoleh
bahwa semakin pekat konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan untuk merendam
sayatan epidermis Rhoe discolor maka
semakin banyak pula sel epidermis yang terplasmolisis. Hal tersebut dapat
terjadi akibat dari perbedaan potensial air di dalam dan di luar sel. Potensial
air yang ada di dalam sel lebih besar dari pada potensial air yang ada di luar
sel. Oleh karena potensial air berbanding lurus dengan potensial osmosis, maka
potensial osmosis yang ada di dalam sel juga lebih besar dari pada potensial
osmosis yang ada di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan berpindahnya molekul
air di dalam sel menuju ke luar sel yang dalam praktikum kali ini molekul air
berpindah dari sel epidermis Rhoe
discolor menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan protoplas sel
epidermis kehilangan air, menyusut volumenya (sel menjadi mengerut) dan
akhirnya terlepas dari dinding sel, peristiwa yang terjadi pada sel epidermis
Rhoe discolor ini biasa disebut dengan Plasmolisis.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Osmosis
merupakan suatu proses difusi melewati suatu selaput karena adanya beda
konsentrasi antara larutan sebelah menyebelah selaput.
2. Presentase
sel terplasmolisis pada konsentrasi sukrosa 0,28 yaitu 91,39%, sukrosa 0,24
yaitu 63,29% dan sukrosa 0,22 yaitu 88,46%.
3. Dari
hasil pengamatan, terlihat bahwa ketika sel direndam dalam sukrosa yang
konsentrasinya semakin tinggi, maka presentase sel yang terplasmolisis juga
semakin tinggi.
B.
Saran
Dalam pratikum selanjutnya
sebaiknya praktikan dapat lebih tenang agar praktikum dapat berjalan lebih
efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Agrica,
Houlerr. 2009. BIOLOGI. Jakarta : PT
Erlangga.
Dwidjosaputro,
D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta : PT Gramedia.
Fetter.
1998. Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Jakarta : PT Yudhistira
Indradewa.
2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1.
Bandung : ITB Press.
Loveless.
1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan
Daerah Tropik. Jakarta : PT Gramedia.
Salisbury,
Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1.
Bandung : ITB Press.
Sasmita,
Drajat ; Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi
Tumbuhan. Bandung : ITB Press.