BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang
dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan
yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan
suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat
bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan atau kimiawi.
Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan
perilaku ini. Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan
atau hanya sedikit perkecambahan. Perilaku tertentu perlu dilakukan untuk
mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang
kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui
berperilaku dormansi adalah kuncup.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak
secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin
setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari
embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Memecahkan dormansi pada benih tanaman pangan untuk
mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah
adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang
dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang dormans adalah
bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi
dapat dipersingkat.
Ada beberapa cara yang telah diketahui antaranya
dengan perlakuan mekanis yaitu Skalirifikasi. Skalirifikasi ini mencakup
cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan amplas. Melubangi kulit
biji dengan pisau, memecahkan kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan
untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis
adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap
air dan gas.
Dengan perlakuan kimia, tujuan dari perlakuan ini
adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan
mudah.
Penyebab lain dari dormansi biji adalah adanya zat
penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk dan tomat
mengandung zat penghambat perkecambahan sehingga mencegah biji tersebut tidak
berkecambah ketika masih dalam buah. Dormansi karena adanya zat penghambat
dapat dihilangkan dengan mencuci biji dengan air sehingga zat penghambat akan
hilang.
B.
Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu mematahkan
dormansi pada biji karena kulit biji yang keras pada perlakuan fisik dan
khemis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Benih dikatakan
dormansi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi berkecambah walaupun
diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi
suatu perkecambahan. Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam
biji. Dormansi dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian-tahunan)
tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit, keadaan fisiologis dari embrio,
atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian, dormansi bukan
berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali, disini hanya
terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. Masa ini dapat dipecahkan
dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara mekanis dengan
menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yang ada seperti amplas, jarum,
pisau, alat penggoncang dan sebagainya. Sedangkan cara kimiawi dengan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat pekat dan HNO3
pekat. Pada intinya cara-cara tersebut supaya terdapat celah agar air dan gas udara
untuk perkecambahan dapat masuk ke dalam benih (Suetopo, 1985).
Menurut Dwidjoseputro
(1985), variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan
berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya. Seperti, kondisi
penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban
biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup
lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu
sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah apabila
biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan
bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal
umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan daya hidup
terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35°C atau lebih.
Adapun tipe dormansi adalah sebagai berikut :
1. Dormansi
fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap perkecambahan. Seperti
kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap
masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman.
2. Dormansi
fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan
oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh
faktor-faktor dalam seperti ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologi
lainnya.
Perkecambah merupakan
transformasi dari bentuk embrio menjadi tanaman yang sempurna. Perkecambahan
biji yang dipermudah dengan keadaan tertentu seperti penyucian, dengan
keberadaan zat penghambat tumbuh larut air pada kulit biji, suhu rendah,
perpecahan kulit biji dan hal lain membuat potensial bahan tanam sebagai sumber
keseragaman tanaman menjadi cukup rumit. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
lingkungan relung tanah tidak akan sama pada kondisi lapangan seperti dalam hal
kandungan air, temperatur dan organisme (Sitompul dan Guritno, 1995).
Perkecambahan biji
adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik yang
masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat
salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
pekecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir
adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatnya sukar
ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat tersebut
diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun
daging buah (Burhan, 1977).
Menurut Salisbury dan
Ross (1995), untuk mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak
dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan.
Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang
dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan
cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat. Ada beberapa cara yang telah
diketahui, yaitu :
1.
Dengan perlakuan mekanis, tujuan dari
perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga
lebih permeabel terhadap air atau gas. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
2.
Dengan perlakuan kimia, tujuan dari
perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada
waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat
dilalui oleh air dengan mudah.
3.
Dengan perlakuan perendaman dengan air,
perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air
oleh benih.
4.
Dengan perlakuan suhu, cara yang sering
dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembap (stratifikasi).
Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat
menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan
bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan.
5.
Dengan perlakuan cahaya, cahaya
berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan.
Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi
juga intensitas cahaya dan panjang hari.
BAB
III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah
sebagai berikut :
Hari / tanggal : Kamis/ 31 November 2013
Pukul : 15.00 WITA - selesai
Tempat : Laboratorium Biodiversity
Jurusan Biologi FMIPA
UNTAD
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah sebagai berikut :
1. Alat
a. Kertas
amplas
b. Cawan
petri
c. Kertas
tissue
d. Label
e. Kamera
f. Alat
tulis
2.
Bahan
a. Biji
asam (Tamarandus indica)
b. Asam
sulfat pekat
c. Air
C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengambil sebanyak 60 biji asam dan
membaginya dalam 6 kelompok, masing-masing 10 biji.
2.
Kelompok 1 menghilangkan sebagian kulit
bijinya pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara digerinda dan
kemudian dikecambahkan dalam air.
3.
Kelompok II, III, dan IV merendam biji
asam dalam asam sulfat pekat selama 5, 10 dan 15 menit, kemudian dicuci dengan
air dan kemudian dikecambahkan dalam air.
4.
Kelompok 6 langsung dikecambahkan di dalam
air sebagai kontrol.
5.
Air untuk perkecambahan diganti tiap
hari dan diamati kapan biji mulai berkecambah dan banyaknya pada tiap kelompok.
Percobaan diakhiri setelah dua minggu.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
IV.1 Hasil Pengamatan Morfologi Biji Thamarandus indica
Hari
|
Perlakuan
|
|||||
Diamplas
|
Larutan H2SO4
(5 menit)
|
Larutan H2SO4
(10 menit)
|
Larutan
H2SO4
(15
menit)
|
Larutan H2SO4
(20 menit)
|
Kontrol (air biasa)
|
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Semua biji terkelupas (10)
|
2 biji yang terkelupas
|
6 biji yang terkelupas
|
2 biji yang terkelupas
|
5 biji yang terkelupas
|
1 biji yang terkelupas
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Semua biji
terkelupas (10)
|
2 biji yang terkelupas
|
8 biji yang terkelupas
|
3 biji yang terkelupas
|
5 biji yang terkelupas
|
2 biji yang terkelupas
|
5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6
|
Semua biji terkelupas (10)
|
2 biji yang terkelupas
|
9 biji yang terkelupas
|
3 biji yang terkelupas
|
5 biji yang terkelupas
|
4 biji yang terkelupas
|
7
|
Semua
biji terkelupas
(10)
|
3 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah
|
3 biji yang terkelupas
|
5 biji yang terkelupas
|
4 biji yang terkelupas
|
8
|
Semua biji terkelupas
(10)
|
3 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
5 biji yang terkelupas
|
6 biji yang terkelupas
|
4 biji yang terkelupas
|
9
|
Semua biji terkelupas
(10)
|
3 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
6 biji yang terkelupas
|
7 biji yang terkelupas
|
5 biji yang terkelupas
|
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
11
|
Semua biji terkelupas (10)
|
3 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
8 biji yang terkelupas
|
9 biji yang terkelupas
|
6 biji yang terkelupas
|
12
|
Semua biji terkelupas (10)
|
4 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
8 biji yang terkelupas
|
9 biji yang terkelupas
|
7 biji yang terkelupas
|
13
|
Semua biji terkelupas (10)
|
5 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
8 biji yang terkelupas
|
9 biji yang terkelupas
|
8 biji yang terkelupas
|
14
|
Semua biji terkelupas
(10)
|
5 biji yang terkelupas
|
Semua terkelupas
(2 biji yang berkecambah)
|
9 biji yang terkelupas
|
9 biji yang terkelupas
|
8 biji yang terkelupas
|
IV.2 Hasil Pengamatan Gambar Biji Thamarandus indica
Hari
|
Perlakuan
|
|||||
Diamplas
|
Larutan H2SO4
(5 menit)
|
Larutan H2SO4
(10 menit)
|
Larutan H2SO4
(15 menit)
|
Larutan H2SO4
(20 menit)
|
Kontrol (air biasa)
|
|
1
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
|
|
|
|
|
|
5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6
|
|
|
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
9
|
|
|
|
|
|
|
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
11
|
|
|
|
|
|
|
12
|
|
|
|
|
|
|
13
|
|
|
|
|
|
|
14
|
|
|
|
|
|
|
B. Pembahasan
Tanaman
asam atau Thamarindus indica memiliki
kulit biji yang keras sehingga dapat menghalangi masuknya air dan oksigen
kedalam biji sekaligus dapat menghambat pertumbuhan embrio. Perkecambahan
ditandai dengan munculnya akar embrionik (radikula) menembus kulit biji.
Perkecambahan terjadi setelah mengalami beberapa tahap yaitu absorbs air,
metabolisme, pemecahan materi, proses transport materi, pembentukan kembali
materi baru, respirasi dan pertumbuhan. Masa dormansi biji karena kulit biji
yang keras dapat diputuskan dengan berbagai perlakuan khusus. Berdasarkan hasil
praktikum maka dapat dilihat bahwa perlakuan-perlakuan khusus seperti perlakuan
fisik dan perlakuan kimia dapat memutuskan masa dormansi suatu biji karena
kulitnya yang keras.
Kecambah
dibagi menjadi 6 kelompok dan diberi perlakuan yang berbeda-beda yaitu dengan
skarifikasi fisik atau diamplas dan skarifikasi kimia (direndam didalam larutan
asam sulfat pekat selama 5 menit, 10
menit, 15 menit dan 20 menit) dan yang terakhir sebagai kontrol hanya direndam
dengan air. Pengamatan dilakukan selama 14 hari.
Skarifikasi
secara fisik yang dilakukan pada biji Thamarindus
indica adalah dengan cara di amplas hingga sebagian kulit biji terkelupas.
Pengamplasan ini bertujuan untuk menipiskan atau merusak kulit biji sehingga
kulit biji bersifat permeable untuk memudahkan biji melakukan imbibisi air dan
oksigen yang dibutuhkan pada proses perkecambahan. Selain itu karena kulit
bijinya tipis maka radikula akan dengan mudah menembus kulit biji. Hasil
praktikum menunjukkan bahwa semua biji yang telah diamplas pada akhirnya akan
terkelupas akan tetapi tidak mengalami perkecambahan karena pada beberapa biji Thamarindus indica yang di amplas telah
berjamur, tumbuhnya organisme lain ini juga ikut mempengaruhi gagalnya
perkecambahan karena terjadi persaingan dalam mengambil oksigen dan kebutuhan
air.
Selain
skarifikasi fisik, juga dilakukan skarifikasi kimia yaitu dengan merendam
kecambah di dalam larutan asam sulfat pekat (H2SO4). Perendaman dengan asam sulfat efektif dalam
mengurangi kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain perlakuan ini dapat
menghilangkan sumbat hilum dan mengurangi kandungan kulit biji yang keras
sehingga biji dapat tumbuh dengan baik. Skarifikasi kimia juga bertujuan untuk
melunakkan kulit biji sehingga biji dapat mengimbibisi air dan oksigen, juga
dapat memudahkan embrio untuk tumbuh. Biji yang direndam selama 5 menit hingga
akhir pengamatan atau hari ke-14 hanya menunjukkan 5 biji yang kuliitnya
terkelupas dan tidak berkecambah. Pada biji yang direndam selama 10 menit
hingga akhir pengamatan hanya menunjukkan 2 buah yang berkecambah sedangkan
yang lainnya tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya perkecambahan
tetapi mengalami pengelupasan pada kulit biji. Biji yang direndam selama 15
menit hingga akhir pengamatan tidak satupun biji yang mengalami perkecambahan
tetapi 9 dari 10 biji tersebut mengalami pengelupasan pada kulit biji.
Sedangkan untuk yang direndam selama 20 menit hanya menunjukkan 9 biji yang
mengalami pengelupasan. Kurangnya biji yang mengalami perkecambahan disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu karena kulit biji belum lunak atau rusak sepenuhnya
sehingga kulit biji masih bersifat impermeabilitas atau tidak dapat
mengimbibisi air dan oksigen. Selain itu, mungkin saja perkecambahan gagal
terjadi karena kondisi embrio tanaman Thamarindus
indica telah rusak.
Pada
tanaman kontrol (hanya direndam dengan air) hingga akhir pengamatan yaitu hari
ke-14 tidak menunjukkan adanya perkecambahan tetapi 8 dari 10 biji mengalami
pengelupasan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kulit biji yang keras tersebut
menghalangi masuknya air dan oksigen kedalam biji dan menghalangi pertumbuhan
embrio meskipun biji Thamarindus indica
di letakkan di dalam wadah yang selalu di beri air yang cukup. Dari Praktikum
ini dapat dilihat bahwa perlakuan-perlakuan yang lebih efisien dalam mematahkan
dormansi biji Thamarandus indica yaitu
pada perlakuan kimia karena larutan kimia (H2SO4) menjadikan
kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi, larutan asam
kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi
lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Secara alami, masa
dormansi dapat dipatahkan karena adanya perubahan suhu lingkungan, aktivitas
mikroba tanah dan atau oleh alat pencernaan burung dan hewan lainnya. Namun
Biji yang telah mengalami dormansi yang sangat lama juga dapat menyebabkan
menurunya kualitas tumbuh embrio.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang di peroleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti
tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu
keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal.
2.
Dari hasil pengamatan biji yang direndam
pada larutan asam sulfat pekat (H2SO4) selama 5 menit, 10
menit, 15 menit dan 20 menit yang terkelupas secara berturut-turut yaitu 5 biji,
10 biji, 9 biji dan 9 biji. Sedangkan pada biji yang diamplas dan sebagai
kontrol yang terkelupas secara berturut-turut yaitu 10 biji dan 8 biji.
3.
Dari Praktikum ini dapat dilihat bahwa
perlakuan-perlakuan yang lebih efisien dalam mematahkan dormansi biji
Thamarandus indica yaitu pada perlakuan kimia karena larutan kimia (H2SO4)
menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi,
larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit
biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
B. Saran
Diharapkan
kepada praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih teliti lagi dalam
melakukan percobaan agar hasil yang diperoleh lebih akurat lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Burhan, dkk. 1977, Fisiologi Tanaman, PT Bina Aksara,
Jakarta.
Dwidjoseputro, D, 1985, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT
Gramedia, Jakarta.
Salisburry,F.B dan Ross,W.C, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Sitompul dan Guritno, 1995, Biologi Jilid I Edisi kelima, Erlangga,
Jakarta.
Suetopo,E.B, 1985, Biologi, ITB, Bandung.