BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua sel aktif terus
menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2
dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari
sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi
oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2
yang diserap direduksi menjadi H2O, pati, fruktosa, sukrosa, atau
gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai
substrat respirasi.
Respirasi merupakan
proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan
oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi
anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit
energi. Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6
+
O2 → 6CO2 + H2O + energi
Proses respirasi diawali
dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport
gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen
yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan
difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan
berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena
membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas
tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian
digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu
glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.
B. Tujuan
Adapun tujuan praktikum
ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi respirasi aerob.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Respirasi
dalam arti luas adalah pertukaran gas antara organisme dengan lingkungannya,
sedangkan dalam arti yang khusus yaitu adanya pengambilan gas Oksigen dan
pelepasan gas karbondioksida. Pengambilan Oksigen ini ada yang secara langsung
melalui udara dan ada yang mengambil melalui medium cair yang berada
disekeliling mereka. Respirasi terbagi atas yaitu Respirasi Eksternal, yang merupakan
pertukaran udara yang terjadi antara organisme dengan udara disekeliling mereka
dan Respirasi Internal, merupakan pertukaran udara yang terjadi antara sel
dengan organ didalamnya (Willey, 1982).
Respirasi merupakan suatu proses pelepasan
energi kimia molekul organik di dalam sel. Energi molekul organik adalah energi
matahari yang disimpan di dalamnya, terjadi pada proses fotosintesis. Pada
proses fotosintesis terjadi adanya pembentukan gula dari molekul-molekul
karbohidrat dan air dengan bantuan cahaya matahari (Dwijoseputro, 1994).
Respirasi
adalah suatu proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi
yang tersimpan tadi ditimbulkan untuk meyelenggarakan proses – proses
kehidupan. Respirasi adalah suatu bahan dari proses reaksi oksidasi bahan
organik sel yang melepaskan energi. Energi yang dihasilkan dapat berupa ATP,
NADPH, NADH, dan FADH (Willey, 1982).
Respirasi
bukanlah proses pertukaran gas sederhana saja. Proses keseluruhan merupakan
reaksi reduksi oksidasi yaitu senyawa organik dioksidasi menjadi CO2,
sedangkan O2 yang diserap direduksi menjadi air (H2O).
Sebagai substrat respirasi yaitu pati, fruktosa, sukrosa atau gula lainnya,
lemak, asam organik dan bahkan protein pada keadaan tertentu (Burhan dkk,
1977).
Proses
yang terjadi di dalam respirasi sel adalah pemecahan ikatan-ikatan dalam
molekul organik, terutama ikatan antara atom karbon dengan atom yang menyimpan
energi dalam jumlah besar. Ada beberapa cara dimana energi kimia dilepaskan.
Salah satu cara yang paling penting adalah pengeluaran hidrogen dari suatu
bahan bakar yang dikenal dengan istilah dehidrogenasi. Pada proses
dehidrogenasi diperlukan penerima atau akseptor hidrogen (hydrogen acceptor)
(Kimball, 1983).
Ketersediaan
oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan
untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. Pengaruh
faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar
10°C, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar
bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5° dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30° atau
35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun
(Salisbury dan Ross, 1995).
Greulach
and Adam (1976), menyatakan bahwa produk akhir fotosintesis adalah gula,
oksigen dan air. Produk ini merupakan substansi yang nantinya digunakan dalam
respirasi aerobik, sedangkan hasil akhir dari respirasi adalah karbondioksida
dan air yang merupakan substansi yang
digunakan dalam fotosintesis. Menurut Salisburry dan Ross (1978) gas O2
pada respirasi aerobik digunakan untuk oksidasi reduksi bahan makanan. Pada
respirasi atau oksidasi akan dihasilkan CO2.
Energi
yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan
untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan
sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan
pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reaksi
sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2 (Salisbury dan Ross,
1995).
Bahan
bakar yang paling banyak digunakan adalah glukosa. Pembakaran sempurna glukosa
menjadi CO2 menghasilkan energi 686 kilokalori energi bebas. Tetapi
dalam reaksi ini hampir semua energi bebas dibebaskan sebagai panas yang dalam
jumlah sedang hanya cukup untuk menjaga sel agar tetap hangat. Dan tetap tidak
cukup untuk melangsungkan reaksi anabolik. Namun, demikian sel hidup mampu
mengkatalisis glukosa menjadi sedemikian rupa sehingga menghasilkan energi
bebas untuk membentuk molekul-molekul ATP (Kimball,1983).
Reaksi
respirasi merupakan kebalikan dari ringkasan reaksi fotosintesis. Proses
respirasi mengalami tiga tahap reaksi yang terpisah. Glikolisis terjadi di
sitosol, siklus krebs atau siklus asam sitrat terjadi dalam matriks
mitokondria, transfer elektron terjadi pada membran krista mitokondria.
Beberapa bahan organik yang digunakan sebagai substrat respirasi harus dirombak
jadi molekul gula heksosa terlebih dahulu. Karbohirat cadangan pada tumbuhan
umumnya berupa pati, fruktosa, sukrosa maupun karbohidrat kompleks lainnya (Salisbury
dan Ross, 1995).
Respirasi dapat dibagi menjadi tiga
tahapan reaksi yaitu tahap pertama adalah proses glikolis. Pola umum dari
proses ini adalah penguraian karbohidrat secara bertingkat akan dirubah menjadi
Phospogliseraldehid, kemudian menjadi asam piruvat dan asam piruvat dirubah
lagi menjadi asam oksalat. Tahapan berikutnya adalah lingkaran krebs disebut
juga lingkaran asam sitrat atau
lingkaran asam trikarboksilat. Reaksi tersebut merupakan reaksi lingkaran
dimana pada pokoknya asam oksalat akan diubah menjadi CO2 , dan
tahap ketiga adalah lingkaran sitokrom (transfer electron), dalam proses ini
tingkat dari akseptor yang satu ditransfer kepada yang lain. Kemudian sitokrom
dan akhirnya kepada CO2 dengan membentuk H2O, pada
transfer tadi dihasilkan energi yang ditangkap oleh ADP menjadi ATP (Hidayat,
1974).
BAB
III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah
sebagai berikut :
Hari / tanggal : Kamis, 31 November 2013
Pukul : 15.00 WITA - selesai
Tempat : Laboratorium Biolingkungan
Jurusan Biologi FMIPA
UNTAD
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah sebagai berikut :
1. Alat
a. Botol
selai
b. Sterofoam
c. Spidol
d. Kain
kasa
e. Kamera
f. Alat
tulis
g. Labu
h. Labu
erlenmeyer
2.
Bahan
a. Kecambah
kacang hijau (Phaseolus radiatus)
yang berumur 1 hari
b. NaOH
0,2 N
c. Larutan
BaCl2
d. Indikator
fenolptalein
e. HCl
0,1 N
C.
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Menuangkan
masing-masing 50 ml NaOH 0,2 N ke dalam 2 botol dan dengan segera menutup botol
dengan sterofoam
2. Menimbang
kecambah sebanyak 10 g, setelah itu membungkus dengan kain kasa dan mengikat
bagian ujungnya, biji yang terbungkus harus berada diatas permukaan cairan basa
tersebut.
3. Membuat
kontrol dengan botol hanya berisi larutan NaOH tanpa kecambah yang disimpan di
dalam laci.
4. Memberi
label pada masing-masing botol, sedangkan kedua botol lainnya masing-masing
ditempatkan pada refrigator (5°C) dan dilaci (25°C).
5. Percobaan
diakhiri 48 jam kemudian memindahkan kecambah dari botol. Cairan NaOH dititrasi
untuk mengetahui jumlah CO2 yng dibebaskan.
Cara
titrasi :
1.
Memasukkan pipet
10 ml kedalam erlenmeyer 125 ml dan menambahkan 5 ml BaCl2.
2.
Menambahkan 3
tetes indikator fenolptalein dan melakukan titrasi dengan HCl 0,1 N sampai warnanya hilang.
3.
Melakukan hal
yang sama untuk larutan basa dalam botol
kontrol, mengurangi nilai titran pada 2 titrasi untuk masing-masing botol
dengan nilai titran botol kontrol.
4.
Kemudian
hasilnya dikalikan dengan 5, ini merupakan jumlah asam yang sama dengan
banyaknya CO2 yang dilepaskan. Membuat grafik hubungan antara ml
HCl (setara dengan CO2 yang
dilepaskan) pada ordinat (X) dan suhu
absisa (Y).
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun hasil pengamatan
yang diperoleh dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
No.
|
Perlakuan
|
Suhu
|
Volume HCl
|
1.
|
Kontrol
|
20°C
|
25 tetes (1,25
ml)
|
2.
|
Kecambah
refrigator
|
5°C
|
34 tetes (1,7
ml)
|
3.
|
Kecambah dalam
laci
|
25°C
|
40 tetes (2
ml)
|
B. Analisis
Data
CO2 yang terikat NaOH =
volume HCl x 5
1.
Kecambah
refrigator
1,7 ml x
5 = 8,5 ml CO2 yang terikat NaOH
2.
Kecambah di
dalam laci
2 ml x
5 = 10 ml CO2 yang terikat NaOH
3.
Kecambah kontrol
1,25 x
5 = 6,25 ml CO2 yang terikat NaOH
C. Grafik Hubungan Suhu Terhadap Laju Respirasi
Suhu
B (10 ml)
25oC
C
(6,5 ml)
20oC
15oC
10oC
A (8,5 ml)
5oC Volume CO2
0oC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. Pembahasan
Respirasi adalah proses
oksidasi dalam sel untuk melepaskan energi yang diperlukan dalam berbagai
aktivitas organisme hidup. Proses tersebut mencakup suatu rantai reaksi yang
majemuk dan menyangkut berbagai tahapan dan dibantu oleh berbagai enzim. Tahapan
pertama bersifat anaerobik, tanpa oksigen bebas, dan tahapan terakhir
memerlukan oksigen bebas, jadi tahapan terakhir itu bersifat aerobik.
Selanjutnya ADP diubah menjadi ATP yang merupakan sumber energi bagi semua
jenis reaksi selular. Respirasi sebagai suatu proses oksidasi yang terdiri
banyak tahapan reaksi dan juga respirasi adalah oksidasi selular dimana energi
yang disimpan dalam molekul-molekul makanan dilepaskan dan digunakan oleh sel.
Dalam reaksi tersebut, H2O dan CO2, merupakan hasil akhir
dan energi terlepas.
Kecambah
dibungkus dengan kain kasa, kain kasa memiliki pori-pori yang cukup besar
sehingga dapat digunakan untuk memberi ruang atau celah yang dapat dilewati
oleh oksigen dan karbon dioksida pada saat proses respirasi. Kecambah
dimasukkan kedalam botol yang ditutup rapat. Penutupan rapat ini bertujuan agar
tidak ada gangguan dari luar yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan seperti
oksigen dari luar yang masuk kedalam botol dan tidak ada karbondioksida yang
keluar dari botol. Larutan didalam botol merupakan larutan basa kuat yaitu
NaOH, NaOH berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbondioksida
hasil dari respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbondioksida akan
membentuk natrium bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Persamaan
reaksinya sebagai berikut :
2NaOH
+ CO2 Na2CO3 +
H2O
Titrasi yang
dilakukan adalah titrasi asidimetri yaitu titrasi penetralan basa (NaOH) dengan
menggunakan senyawa asam, senyawa asam yang digunakan adalah asam kuat HCl.
Fungsi titrasi ini untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH.
Sebelum dititrasi dengan HCl, larutan dari rangkaian praktikum diambil sebanyak
10 ml dan ditambahan BaCl sebanyak 5 ml, penambahan BaCl berfungsi untuk
mengendapkan karbondioksida yang telah diikat oleh NaOH. Persamaan reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut :
BaCl2
+ Na2CO3 BaCO3 + 2 NaCl
Larutan yang awalnya
berwarna bening kemudian berubah menjadi keruh hal ini disebabkan karena
terbentuk endapan putih dari hasil penambahan larutan dengan BaCl2,
selanjutnya larutan tersebut diteteskan indikator fenolptalein (indicator pp).
Indikator yang berwarna merah ini menyebabkan larutan berubah warna menjadi
merah muda. Indikator pp berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan warna
ketika larutan dititrasi. Kemudian larutan dititrasi dengan asam kuat yaitu HCl
dengan menggunakan pipet tetes hingga larutan berubah warna menjadi bening
kembali. Warna dapat kembali bening menunjukkan bahwa larutan basa telah
bereaksi sempurna dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Persamaan
reaksinya sebagai berikut :
BaCl2 + HCl BaCl + HCl2
Jumlah karbon dioksida
yang dilepaskan oleh kecambah pada proses repirasi aerob berbanding lurus
dengan jumlah HCl yang diteteskan ketika titrasi dengan kata lain semakin
banyak karbondioksida yang dilepaskan maka semakin banyak HCl yang diperlukan
saat titrasi, dan begitu pula sebaliknya. HCl berfungsi sebagai peniter (zat
penitrasi) dalam penitrasi ini.
Berdasarkan hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa suhu turut berpengaruh terhadap laju respirasi
aerob. Rangkaian kecambah pada suhu yang lebih tinggi yaitu 25ºC melepaskan
lebih banyak CO2 dari pada rangkaian kecambah pada suhu 5ºC. Jumlah
yang dilepaskan dapat dilihat dari banyaknya HCl yang dibutuhkan saat titrasi.
Pada kontrol 20°C volume HCl (1,25 ml), kecambah yang ditempatkan pada
refrigator volume HCl (1,7 ml), kecambah yang ditempatkan di laci volume HCl (2
ml). Volume HCl yang digunakan pada saat titrasi, dikali dengan 5 ml BaCl2
yang digunakan sehingga diperoleh volume CO2 yang dihasilkan oleh
kecambah. Dari hasil perhitungan diperoleh volume pada refrigator dengan suhu
5°C yaitu 8,5ml dan di laci dengan suhu
25°C yaitu 10 ml. Jadi pengaruh suhu terhadap laju reaspirasi yaitu semakin
tinggi suhu maka semakin meningkat laju respirasi dan begitupun sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat diambil pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Jumlah HCl
berbanding lurus dengan jumlah CO2 yang dilepaskan sehingga semakin banyak HCl yang digunakan maka
semakin banyak pula CO2 yang dilepaskan.
2.
Dari hasil
pengamatan yang dilakukan di peroleh data yaitu kecambah pada refrigator (5°C) jumlah
CO2 yang terkait NaOH 8,5 ml dan kecambah pada laci (25°C) jumlah ml
CO2 yang terikat NaOH 10 ml, sehingga semakin tinggi suhu maka
semakin tinggi pula laju respirasi dan begitupun sebaliknya.
B. Saran
Diharapkan kepada
praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih teliti lagi dalam melakukan
percobaan agar hasil yang diperoleh lebih akurat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan, dkk. 1977, Fisiologi Tanaman, PT Bina Aksara,
Jakarta.
Dwidjoseputro, D, 1982, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT
Gramedia, Jakarta.
Greulach,V.A and J.E. Adam, 1976, Plant and
Introduction to Modern Botany, Macmillan Publishing Co., Inc,
New York.
Hidayat,E.B, 1974, Biologi, ITB, Bandung.
Kimball, John. W, 1983, Biologi Jilid I Edisi kelima, Erlangga,
Jakarta.
Salisburry,F.B dan Ross,W.C, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Willey, J. 1982, Study
Guide to Accompany Botany, New York , Chesther Bistane Toronto, Singapore