BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) mempunyai peranan penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketika metabolisme menyediakan tenaga dan
bahan-bahan (building blocks) untuk kehidupan tanaman, maka hormon mengatur
kecepatan pertumbuhan dari bagian-bagian tanaman, kemudian mengintegrasikan
bagian-bagian tersebut untuk menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai satu
individu yaitu tanaman. Selain itu, ZPT
berperan dalam pengaturan proses reproduksi.
Dengan demikian, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak akan ada
pertumbuhan.
Secara
terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasan-batasan
tentang zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh pada tanaman
adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat
mendukung menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan.
Pada
praktikum ini akan melihat pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh dengan
berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh perkembangan biji pada kecambah Vigna sinensis.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai zat
pengatur tumbuh pada perkecambahan biji.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ada
beberapa pendapat mengenai perkecambahan pada tumbuhan. Pada umumnya
perkecambahan dapat diartikan sebagai proses munculnya plantula (tanaman kecil)
dari dalam biji yang merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan embrio. Pada
perkembangan embrio saat berkecambah, bagian plumula tumbuh dan berkembang
menjadi batang, sedangkan radikula menjadi akar. Perkecambahan benih dapat
diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah
matang (Taiz and Zeiger, 1998).
Menurut
Elisa (2006), benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama
terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor
dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Perkecambahan adalah proses
pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang
terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses pertumbuhan dan
pemasakan biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis, suatu
biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula
yang menonjol keluar dari biji. Proses perkecambahan benih merupakan suatu
rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia
(Fitra, 2012).
Perkecambahan
biji sebenarnya bukanlah suatu awal dari kehidupan tanaman karena pada dasarnya
di dalam biji ada embryo yang merupakan satu miniatur tanaman yang lengkap
dengan akar dan tunas embrioniknya, yang sedang berada pada fase
istirahat. Perkecambahan adalah
pengulangan kembali pertumbuhan janin, yang ditandai dengan keluar atau munculnya
radikula dan plumula dari biji. Biji
dari sejumlah spesies tanaman ada yang segera berkecambah ketika berada pada
lingkungan yang memenuhi syarat untuk berlangsungnya perkecambahan, tetapi ada
pula yang tidak dapat segera berkecambah karena mengalami dormansi. Biji-biji dorman ini akan dapat berkecambah
ketika dormansinya terpatahkan (Campbell, 1997).
Gardner,
Pearce and Mitchel (1985) menyatakan bahwa perkecambahan meliputi
peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis yaitu: (1) imbibisi dan absorpsi,
(2) hidrasi jaringan, (3) absorpsi oksigen, (4) pengaktifan enzim dan
pencernaan, (5) transport molekul yang terhidrolisis ke sumbu embryo, (6)
peningkatan respirasi dan asimilasi, (7) inisiasi pembelahan dan pembesaran
sel, dan (8) munculnya embrio. Ontogeni
perkecambahan mengikuti dua fase metabolik yang berbeda: (1) hidrolisis secara
enzimatis cadangan makanan yang disimpan, dan (2) sintesis jaringan baru dari
senyawa yang dihidrolisis (yaitu dari gula, asam amino, asam lemak, dan mineral
yang dibebaskan). Fitohormom memulai dan memperantarai proses perkecambahan
yang penting. Aktivitas hormon pada perkecambahan secara umum adalah:
1.
Giberellin menggiatkan enzim hidrolitik
dalam pencernaan cadangan makanan di biji.
2.
Sitokinin merangsang pembelahan sel,
menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk lembaga.
3.
Auxin meningkatkan pertumbuhan karena
memicu pembesaran koleorhiza (pada sereal), akar lembaga dan pucuk lembaga
serta aktivasi geotropi (yaitu orientasi yang benar pada pertumbuhan akar dan
pucuk, terlepas dari orientasi biji).
Biji
pada umumnya mengandung Asam Giberellin (GA) dalam kadar yang tinggi terutama
di embrio. Setelah imbibisi air berlangsung,
terjadi pelepasan GA dan ini memberi signal bagi biji untuk mematahkan dormansinya
dan berkecambah. GA juga menunjang pertumbuhan kecambah tanaman sereal dengan
cara menstimulasi sintesis dari enzim pencerna cadangan makanan seperti
α-amilase yang berfungsi memobilisasi cadangan makanan. Bahkan sebelum enzim ini muncul, GA telah
menstimulasi sintesis dari mRNA yang mengkode terbentuknya α-amilase (Salisbury
and Ross, 1992).
Ekstrak
alami seringkali sebagai sumber zat tumbuh untuk mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur. Zat tumbuh tersebut dapat berupa zat pendorong dan zat penghambat
pertumbuhan. Ekstrak alami yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang sudah dikenal adalah sari buah tomat dan air kelapa. Air kelapa
sering digunakan sebagai sumber energi dalam kultur steril menggunakan media
agar. Sedangkan sari buah tomat seringkali menjadi penghambat perkecambahan
biji dan pertumbuhan dibandingkan air kelapa.
Pada kadar 5% sari buah tomat sudah menunjukkan sifat menghambat
sedangkan air kelapa hingga kadar 59% belum menunjukkan sifat menghambat. Konsentrasi ekstrak alami yang sering
digunakan berkisar antara 10-15% (Abidin, 1985).
Perkecambahan
benih sangat ditentukan oleh viabilitas (daya hidup) benih yang dapat diukur
dengan menentukan daya kecambah dan kecepatan berkecambah benih. Gaya kecambah (G) adalah jumlah biji yang
berkecambah dari sejumlah biji yang diuji selama waktu perkecambahan dan
dihitung dalam persen (Hamidin, 1983).
Gaya
kecambah dan koefisien berkercambah dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan
benih per satuan luas lahan dan kualitas benih.
Benih yang baik,biasanya mempunyai kecambah 90% atau lebih (Hamidan,
1983).
BAB III
METODOLOGI
A.
Waktu
dan Tempat
Adapun
waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Fisiologi Tumbuhan ini yaitu :
Hari/tanggal : Kamis, 14 November 2013
Waktu :
Jam 15.00 WITA sampai selesai
Tempat :
Laboratorium Biodiversity Jurusan Biologi FMIPA UNTAD
B.
Alat
dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum Fisiologi Tumbuhan ini yaitu :
a.
Alat
1.
Cawan petri
b.
Bahan
1.
Biji kacang panjang (Vigna sinensis)
2.
Aquades
3.
1 ppm
2,4-d
4.
0,02
ppm giberelin
5.
1AA 3
ppm
6.
IAA 6
ppm
7.
IAA 9
ppm
8.
IAA 11
ppm
9. Kertas tissue
C.
Prosedur
Kerja
Adapun Prosedur
Kerja pada
praktikum Fisiologi Tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengisi 7 cawan petri yang
dilapisi kertas tissue dengan larutan yang disediakan (6 larutan zat pengatur
tumbuh dan I aquades sebagai kontrol) sebanyak 5 mL.
2.
Meletakkan dengan teratur 20 biji
pada setiap cawan petri.
3.
Menyimpan cawan petri di tempat
yang gelap.
4.
Mengamati 2 hari sekali biji yang
berkecambah selama 4 hari.
5.
Mencatat jumlah biji yang
berkecambah.
6.
Membandingkan hasil dari semua
perlakuan.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
1.
Jumlah biji
yang berkecambah
No.
|
Zat
Pengatur Tumbuh
|
Jumlah
Kecambah Hari 2
|
Jumlah
kecambah hari 4
|
1.
|
Kontrol (aquades)
|
-
|
1
|
2.
|
1 ppm
2,4-d
|
18
|
Semua
|
3.
|
0,02
ppm giberelin
|
3
|
4
|
4.
|
1aa 6
ppm
|
1
|
1
|
5.
|
Iaa
11 ppm
|
6
|
6
|
6.
|
Iaa 3
ppm
|
4
|
5
|
7.
|
Iaa 9
ppm
|
-
|
-
|
2. Gambar hasil pengamatan
No.
|
Zat
Pengatur Tumbuh
|
Jumlah
Kecambah Hari 2
|
Jumlah
kecambah hari 4
|
1.
|
Kontrol (aquades)
|
|
|
2.
|
1 ppm
2,4-d
|
|
|
3.
|
0,02
ppm giberelin
|
|
|
4.
|
1AA 6
ppm
|
|
|
5.
|
IAA
11 ppm
|
|
|
6.
|
IAA 3
ppm
|
|
|
7.
|
IAA 9
ppm
|
|
|
B.
Pembahasan
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dibuat agar tanaman memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi
hormon dengan baik. Pada praktikum kali ini yaitu untuk mengamati pengaruh ZPT
terhadap perkecambahan biji. Biji yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Vigna sinensis (kacang panjang) yang
diletakkan pada cawan petri berisi larutan zat pengatur 0,02 ppm (giberelin), 1
ppm 2,4-d, 1AA 3 ppm, 1AA 6 ppm, 1AA 9 ppm dan 1AA 11 ppm serta aquadest
sebagai kontrol yang diletakkan pada tempat gelap.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada hari kedua
pengamatan biji yang diletakkan pada cawan petri yang berisi ZPT 1 ppm 2,4-d
terdapat 18 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm
terdapat 6 biji yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang
berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 3 biji
yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang
berkecambah. Sedangkan pada biji yang diletakkan pada ZPT 1AA 9 ppm serta
aquadest sebagai kontrol tidak mengalami perkecambahan, hal tersebut
dipengaruhi oleh kulit biji yang belum lunak atau rusak
sepenuhnya sehingga kulit biji masih bersifat impermeabilitas atau tidak dapat mengimbibisi
larutan dan oksigen. Selain itu, mungkin saja perkecambahan gagal terjadi
karena kondisi embrio tanaman Vigna
sinensis telah rusak.
Pada
pengamatan hari keempat diperoleh hasil biji yang diletakkan pada ZPT 2,d 1 ppm
semua biji mengalami perkecambahan. Pada
biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji yang berkecambah. Pada ZPT
1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada
ZPT 0,02 ppm terdapat 4 biji yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm
terdapat 5 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan sebagai kontrol
terdapat 1 biji yang mengalami perkecambahan. Hal tersebut disebabkan karena
ZPT yang diletakkan pada masing-masing biji mendorong terjadinya sintesis enzim
dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan
merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang
akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula
yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhan dan perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
Zat
pengatur tumbuh terdiri dari beberapa jenis, yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, ethylen, dan asam absisat (ABA).
Auksin merupakan salah satu dari kelompok hormon tanaman seperti
indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA
kromosom, serta pertumbuhan sepanjang aksis longitudinal tanaman. Giberelin merupakan hormon perangsang
pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium
moniliforme. Sitokinin merupakan hormon tumbuhan turunan adenin dan berfungsi
untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung
akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem.
Ethylen (Prothephon) merupakan hormon yang berupa gas yang dalam
kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh
(Inhibitor) pada saat tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk
mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Pada
komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan tunas anakan
dengan cepat dan serentak.
Pada
proses perkecambahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih,
dormansi dan penghambat perkecambahan. Sedangkan
faktor luar meliputi air, temperatur, oksigen, cahaya dan medium
Mekanisme
kerja dari beberapa ZPT antara lain auksin mempengaruhi enzim, bekerja sebagai
zat pelindung bagi enzim dari inaktivasi, mempengaruhi DNA sehingga aktif dalam
sintesis protein, dan membantu memperpanjangn dan mengembangkan ukuran
sel. Giberelin bekerja pada gen dengan
menyebabkan aktivasi gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk
enzim-enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik
(penampilan kenampakan tanaman).
Sitokinin terutama bekerja pada proses sitokinensis (proses pembelahan sel)
pada berbagai organ tanaman.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
ZPT sangat berpengaruh terhadap
perkecambahan suatu biji karena dapat memacu pembentukan fitohormon (hormon
tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon
bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.
2.
Hasil pengamatan yang diperoleh dimana
biji yang diletakkan pada ZPT 1 ppm
2,4-d terdapat 18 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11
ppm terdapat 6 biji yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang
berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 3 biji
yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang
berkecambah.
3. Hal yang menyebabkan biji dapat berkecambah ZPT yang
diletakkan pada masing-masing biji mendorong terjadinya sintesis enzim dalam
biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan merombak
dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan
memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang
akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan
dan perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
B.
Saran
Diharapkan
kepada praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih teliti lagi dalam
melakukan percobaan agar hasil yang diperoleh lebih akurat lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin,
H. B., 1985, Agronomi, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Campbell,
N. A., 1997, Biology, third edition, The Benjamin/Cunningham Publishing Company,
Inc., California.
Elisa, D., 2006,
Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT
Gramedia, Jakarta.
Fitra,
Y., 2012. Biologi Edisi III, Erlangga,
Jakarta
Gardner,
F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985, Physiology
of Crop Plants, The Iowa State
University Press.
Hamidan,
E., 1983, Pedoman Teknologi Benih,
Pembimbing Masa Bandung.
Salisbury,
F.B. and Ross, C. W., 1992, Plant Physiology, 4th edition. Wadswoth
Publishing Company, Belmont, California.
Taiz
and Zeiger, D., 1998, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia, Jakarta.
Tjitrosomo,
S. S., 1985, Botani Umum 2, Penerbit
Angkasa, Bandung.