Selasa, 18 Maret 2014

Studi Kasus Pencemaran Laut

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat dikontrol secara tepat.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa oleh ikan karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik level tertinggi.
Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya paling tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi yang di air.
Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan yang tinggi.
Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut, bagaimana terjadinya pencemaran laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk menangani pencemaran laut tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah studi kasus pencemaran laut ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut?
2.      Apa yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut?
3.      Apa saja dampak dari pencemaran laut?
4.      Apa saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?
5.      Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan kebijakan untuk menangani perihal tersebut?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah studi kasus pencemaran laut ini yaitu untuk mengetahui semua informasi tentang pencemaran laut mulai dari definisinya, sumber, serta bahan-bahan yang mencemari laut, dampak pencemaran laut, cara penanggulangan dan kebijakan yang diterapkan untuk mengatasi perihal pencemaran laut serta kasus-kasus pencemaran laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pencemaran Laut
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.

2.2 Penyebab Pencemaran Laut
2.2.1 Pencemaran Oleh Minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak bisa dielakkan. Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai.
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a.    Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati
b.    Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c.    Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
            Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.

2.2.2 Pencemaran Oleh Logam Berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan.
Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat:
Kertas                         : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical           : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang              : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk                         : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Kilang minyak           : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja                            : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Logam bukan besi      : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan bermotor  : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Semen, keramik         : Cr
Tekstil                        : Cr
Industri kulit              : Cr
Pembangkit listrik tenaga uap : Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan.
A.    Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia
Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
B.     Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Jepang
Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
2.2.3 Pencemaran Oleh Sampah
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik,  sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.  Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah  yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka.
2.2.4 Pencemaran Oleh Pestisida
Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
            Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi.  Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
            The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
2.2.6 Pencemaran akibat peningkatan keasaman
Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah dan air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak lagi. Salah satu contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer bumi, maka karbondioksida yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin memanas, maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan menghadapi peningkatan keasaman ini .
Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami.
2.2.7 Pencemaran akibat polusi kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat). Sumber suara dilaut antara lain :
1.      Sumber Alami
Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya suara dari mamalia laut dan ikan.
2.      Lalu Lintas Kapal
  Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang suara sekitar 160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran suara di laut.
3.      Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel. Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah.
Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang beresiko bagi mamalia laut.
4.      Penelitian Oseanografi dan Perikanan
Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil jauhnya.
Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini, salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara langsung ekosistem di laut itu sendiri.
5.      Kegiatan Militer
Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.
Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan oleh Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis and Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktifitas militer ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus jenis sperm mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini.
Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat latihan militer Amerika yang menggunakan sonar.

2.3  Dampak Pencemaran Laut
2.3.1  Logam Berat
WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh logam berat di dalam tubuh manusia :
·         Barium (Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Jangka panjang, menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem syaraf.
·         Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan hipertensi
·         Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
·         Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang, menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
·         Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada kelahiran.
·         Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada kulit, mata dan membran mukosa (mucus)

2.3.2 Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri serta dapat menyebabkan keracunan pada burung tersebut.
2.3.3 Sampah
  Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan dengan air laut, dll.

2.3.4 Pestisida
  Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :
·         Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system syaraf pusat.
·         Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
·         Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
2.3.5 Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.3.6 Peningkatan keasaman
Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh karena perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat kalsium dan yang menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar orang yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama penghasil protein akan terkena dampak dari peningkatan keasama laut tersebut.
2.3.7 Polusi kebisingan
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.

2.4  Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut
Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT :
2.4.1  Pencegahan Terjadinya Pencemaran Laut
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut :
·      Tidak membuang sampah ke laut
·      Penggunaan pestisida secukupnya
·      Yang paling sering di temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah puntung rokok. Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.
·      Kurangi penggunaan plastik
·      Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut.
·      Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
·      Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
·      Pendaurulangan sampah organik
·      Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
·      Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
2.4.2  Penanggulangan Pencemaran Laut
Berikut adalah beberapa cara penanggulangan terjadinya pencemaran laut :
·      Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir  pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan ladang minyak.
·      Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
·      Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut diantaranya adalah :
§  Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi   kehidupan.
§  Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
§  Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
§  Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
§  Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan mencemari laut.

BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah studi kasus pencemaran laut ini adalah sebagai berikut
1.        Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
2.        Penyebab pencemaran laut yaitu :
Ø  Pencemaran oleh minyak
Ø  Pencemaran oleh logam berat
Ø  Pencemaran oleh sampah
Ø  Pencemaran oleh pestisida
Ø  Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Ø  Pencemaran akibat peningkatan keasaman
Ø  Pencemaran akibat polusi kebisingan
3.        Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia yaitu di Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
4.        Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

Ahmar, Hilal. 2013. Bahan-bahan Pencemaran Laut. http://majalah-hilalahmarsolo.blogspot.com/2013/03/sehat-lingkungan-bahan-bahan-pencemar.html. diakses pada 15 Maret 2014.
Massa. 2011. Sumber-sumber pencemaran di laut. http://massal2003.wordpress.com/2011/10/22/sumber-sumber-pencemaran-laut-sources-of-marine-pollution/. diakses pada 15 Maret 2014.
Nurul, Agus K. 2013. Dampak Pencemaran Laut. http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/marine-pollution-pencemaran-laut-tugas.html. pada tanggal 15 Maret 2014.
Rahim S.W., 1998.  Kajian Distribusi Cemaran Minyak di Sekitar Pelabuhan Pertamina Ujung Pandang.  Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Romimohtarto, 1991.  Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya.  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.   
Saparinto, C., 2002.  Rabuk Kimia Atasi Cemaran Minyak di Laut.http://www.suaramerdeka.com,  diakses pada tanggal 15 Maret 2014.

Suwito, Vivien Anjadi. 2013. Sumber-sumber pencemaran di laut. http://vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html. diakses pada 15 Maret 2014.