Minggu, 29 Desember 2013

Laporan Praktikum Bioteknologi "Pengamatan Morfologis dan Uji Antagonis Jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada dialam ini memiliki dua sifat dimana dapat merugikan dan juga dapat dimanfaatkan salah satunya adalah berperan dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah fungi (jamur).
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati dari organisme lain. Oleh karena itu jamur digolongkan tumbuhan yang heterofrotik yaitu tanaman yang hidupnya tergantung pada organisme lain.
Salah satu spesies jamur yang paling terkenal adalah jamur Aspergillus sp.. Setiap spesies jamur ini mempunyai karakteristik morfologi dan peran yang berbeda-beda. Meskipun demikian habitat pertumbuhan setiap spesies hampir sama. Seperti halnya manusia, jamur ini juga dapat berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap melangsungkan kehidupannya. Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan atau fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam Trichoderma sp. banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Apabila dua jenis jamur Aspergillus  sp. dan Trichoderma sp. ditumbuhkan bersama dalam suatu medium maka akan mencerminkan kompetisi di antara keduanya.
Oleh karena itu perlu untuk memahami dan mempelajari mengenai kompetisi antara dua spesies jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp. serta mengidentifikasi spesies kedua jamur tersebut.



1.2  Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui morfologi jamur Aspergillus sp.  dan Trichoderma sp.
2.      Untuk mengetahui tingkat kompetisi antara jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp.


























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembasmi hama sudah banyak yang beredar di masyarakat, namun yang sering digunakan adalah insektisida kimia. Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida, dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak yang dipakai. Secara alami, penyakit serangga disebabkan oleh beragam jenis mikroba, seperti bakteri, jamur, fungi, virus dan protozoa yang sering disebut sebagai entomopatogen. Beberapa keuntungan penting dari pemakaian entomopatogen ini adalah pengaruhnya yang spesifik hanya pada serangga tertentu. Belum ada jenis entomopatogen yang dilaporkan menyebabkan pengaruh serius pada manusia, mamalia, dan vertebrata lain. Insektisida biologi membunuh serangga dengan cara yang sangat berbeda dengan pestisida sintetis. Sebagian besar mikroba entomopatogen memperbanyak diri di dalam tubuh serangga inang. Hal ini menyebabkan entomopatogen secara alami mudah tersebar dengan sendirinya (penyebaran sekunder). Namun kendala yang sering dirasakan sehingga insektisida biologi jarang digunakan adalah efek pengendalian populasi hama yang dihasilkan oleh pestisida biologi ini memang lebih lama daripada yang dihasilkan oleh pestisida sintetis. Pestisida biologi membutuhkan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu untuk mematikan serangga setelah terjadinya infeksi yang pertama pada tubuh serangga (Novizan, 2002).
Kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh adalah persaingan akan ruang/tempat pada akar. Contoh ektomikoriza merupakan agensia yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati. Jamur tersebut mampu membungkus secara efektif seluruh akar dan menempati bagian rizosfer sehingga apabila ada mikroorganisme lain seperti misalnya Armilaria mellea atau Phytophthora sp. maka patogen tersebut tidak dapat lagi mengkolonisasi bagian tersebut. Mekanisme hiperparasit merupakan perusakan patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti kitinase, selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Nurhayati, 2011).
 Aspergilus merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan. Jamur Aspergillus terdiri dari beberapa jenis, diantaranya Aspergillus niger, A. flavus, dan Aspergillus terreus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jamur Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus parasitivus dapat digunakan sebagai biopestisida karena kemampuannya dalam menghasilkan mikotoksin untuk membunuh serangga (Nurhayati, 2011).
Trichoderma spp. diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Devisio Amastigomycota, Class Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae, Genus Trichoderma, Spesies Trichoderma sp.. Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan Trichoderma polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichoderma viride (Tindaon, 2008).
Trichoderma sp. memiliki konidiofor bercabang-cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru (Semangun, 1996). Trichoderma sp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok (Nurhaedah,2002).
Koloni Trichoderma sp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Nurhayati, 2011).
Jamur-jamur entomopatogen yang biasa digunakan antara lain Beauveria bassiana, Verticillium lecanii dan Metarrhizium anisopliae. Mekanisme infeksi jamur terhadap serangga diawali pada saat jamur yang dalam bentuk spora atau konidia menempel pada permukaan tubuh serangga. Konidia tersebut menempel pada lapisan dinding atau kulit luar (integumen) serangga. Pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, konidia akan tumbuh dan menembus tubuh serangga. Jamur akan memperbanyak diri di dalam sebuh serangga sehingga tubuh serangga tertutup miselium yang berupa benang-benang halus. Dalam bentuk seperti ini diistilahkan sebagai propagul. Penetrasi jamur ke dalam tubuh serangga bisa melalui proses mekanis dan kimia. Hal tersebut terjadi karena jamur memproduksi enzim tertentu seperti enzim kitinase, glukanase, dan protease yang dapat meluruhkan kulit luar serangga, kemudian setelah konidia tumbuh, miselium akan mengeluarkan senyawa aktif yang bersifat antibiosis yang dapat bersifat racun atau menghambat proses metabolisme di dalam sel serangga (Sarjoko, 2011).




















BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
Hari/tanggal  :  Selasa, 03 Desember 2013
Waktu           :  Pukul 14.30 WITA - Selesai
Tempat          :  Laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi FMIPA UNTAD
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
3.2.1 Alat
a.       Cawan petri
b.      Kaca preparat dan kaca penutup
c.       Batang lidi
d.      Penjepit
e.       Kapas
f.       Bunsen
g.      Kain kassa
h.      Ground chamber
3.2.2 Bahan
a.       Media PDA
b.      Alkohol 98%
c.       Aquades
d.      Jamur Aspergillus
e.       Jamur Trichoderma




3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
3.3.1   Pengamatan Mikroskopis Morfologi  Jamur Aspergillus dan Trichoderma
a.       Menyiapkan gelas objek dan gelas penutup yang steril kemudian memanaskannya diatas bunsen.
b.      Meneteskan 1-2 tetes medium PDA  (Potato Dextrose Agar) pada permukaan gelas objek.
c.       Meneteskan sedikit suspensi spora jamur atau bisa juga dengan cara memindahkan sedikit miselium jamur yang akan diamati.
d.      Meletakkan kembali pada petri steril yang telah diberi kapas dan sedikit air (untuk memberi kelembaban).
e.       Menginkubasi selama 2 sampai 3 hari pada ground chamber.
f.       Mengamati morfologi jamur yang telah ditanam dibawah mikroskop.

3.3.2 Uji Kompetisi Jamur Aspergillus dan Trichoderma
a.       Menyiapkan suspensi jamur Aspergillus sp. dan Trichoderma sp. yang akan diuji.
b.      Menyediakan media PDA (Potato Dextose Agar) pada cawan petri.
c.       Menanan dan mencelupkan kertas saring pada diameter 1 cm ke dalam suspensi kedua spora, kemudian meletakkan diatas diatas media PDA dalam cawan petri dengan Aspergillus sp. disebelah kanan dan Trichoderma sp. disebelah kiri.
d.      Menginkubasi jamur yang telah ditanam selama 2 sampai 3 hari hingga jamur tumbuh dan saling berkompetisi.
e.       Mengamati pertumbuhan bentuk dan luas area yang dikuasai oleh  masing-masing jamur.
f.       Melihat jamur yang tumbuh dengan baik dan menguasai habitat yang lebih luas, berarti jamur tersebut menunjukan pertumbuhan yang lebih dominan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperolah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
4.1.1 Tabel Pengamatan Morfologi Jamur
No.
Perlakuan
Gambar
Ketrangan
1.
Aspergillus sp.


        a   b   c         d


a.       Miselium
b.      Rhizoid
c.       Sporangiofor
d.      Sporangium
2.
Trichoderma sp.


             a          b       c



a.       Konidifor
b.      Fialid
c.       Miselium






4.1.2 Tabel Uji Kompetisi
No.
Perlakuan
Gambar
Keterangan
1.
Aspergillus sp. diletakkan dibagian atas dan Trichodema sp. dibagian bawah


        a             b


a.       Aspergillus
b.      Trichoderma





















4.2 Pembahasan
Jamur adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif atau saprofit.
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopis Aspergillus mempunyai sporangium (tempat spora) yang berbentuk bulat hitam. Sporangiofor adalah cabang miselium yang mengandung sporangium. Miselium merupakan hifa yang menjalar pada permukaan substarat yang berfungsi menyerap nutrisi, rhizoid merupakan hifa yang membentuk jaringan pada permukaan substrat yang berfungsi untuk menempel pada inang atau substrat.
Koloni Trichoderma pada media PDA  pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Koloni pada medium PDA mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 3 hari, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor  adalah hifa terspesialisasi yang menghasilkan spora aseksual yang disebut konidia, bentuknya dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid merupakan tempat tumbuh dari konidia yang bentuknya tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang.
Selanjutnya yaitu pengujian kompetisi antara kedua spesies jamur tersebut. Percobaan kaili ini bertujuan untuk menguji kompetisi antara dua spesies jamur Aspergillus dan Trichoderma. Untuk menguji kompetisi antara kedua spesies jamur tersebut yaitu menumbuhkannya pada media yang sama dalam satu cawan petri. Pada percobaan digunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar)  karena medium ini sangat cocok untuk pertumbuhan kapang. Aspergillus yang berwarna putih ditumbuhkan pada sisi sebelah kiri dan Trichoderma berwarna hijau ditumbuhkan pada sisi lainnya.  Untuk membuktikan spesies jamur yang lebih dominan dapat dilihat dari banyaknya koloni jamur yang lebih mendominasi pada medium tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan Aspergillus yang berwarna putih lebih mendominasi dibandingkan dengan Trichoderma berwarna hijau perbedaan ini disebabkan karena adanya persaingan dalam memperoleh nutrisi pada media tumbuh. Selain itu penyebab Aspergilus lebih mendominasi kemungkinan karena Aspergillus lebih mampu memanfaatkan nutrisinya sehingga reproduksi dan pertumbuhannya lebih cepat dan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang diberikan lebih sesuai dengan kehidupan jamur Aspergillus sehingga menekan pertumbuhan jamur tersebut.











BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Jamur adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium.
2.      Aspergillus sp. lebih mendominasi dibandingkan Trichoderma sp. karena Aspergillus sp. lebih mampu memanfaatkan nutrisinya sehingga reproduksi dan pertumbuhannya lebih cepat dan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang diberikan lebih sesuai dengan kehidupan jamur Aspergillus sp. yang berwarna hitam
3.      Berdasarkan hasil pengamatan Aspergillus memiliki rhizoid, miselium, sporangiofor dan sporangium. Sedangkan Trichoderma sp. memiliki konidifor, filaid dan miselium.

5.2 Saran
  Pada praktikum selanjutnya alat yang digunakan harus steril dan pengamatan tepat waktu agar hasil pengamatan yang diperoleh lebih baik.










DAFTAR PUSTAKA

Novizan, 2002, Citric Acid Fermentation of Brewery Waste. J. of Food Science. 42 (2) : 383-388.

Nurhaedah, 2002, Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Nurhayati, 2011, Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit Tanaman secara Hayati yang Ramah Lingkungan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Kampus Unsri, Sumatera Selatan.

Sarjoko, 2011, Mekanisme Biopestisida dalam Mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (http://ditjenbun.deptan.go.Id/bbp2tpbon/ index. php ?option=com_content view=article &id =11 6 %3 Amekanisme-biopestisida-dalam–mengendalikan–organisme–pengganggu–tumbuhan–pt &catid =  12%3 Anews & Itemid = 21), diakses pada tanggal 11 Desember 2013.
Semangun, 1996, Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridhophyta), Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta.


Tindaon, W., 2008, Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal, Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNDIP, Semarang.